Skip to main content

Celakalah Para Penghancur Perdamaian



Celakalah Para Penghancur Perdamaian


Matahari bersinar terang
Pejabat mengabdi pada jalannya bangsa
Manusia-manusia bergembira
Ibu berdiam menemani sang buah hati
          Ohh... tiada yang menyangka
          Pukul 10.58 fatman turun
          Dari ketinggian 18.000 kaki
          Niscanya para manusia malang itu
          Manusia-manusia tak berdosa
          Tergeletak pada bidang tanah
          Tertimbun dalam reruntuhan bangunan
Air mata bercucuran bagai badai di tengah cuaca cerah.
Suara jeritan...
Suara tangisan...
Memenuhi suatu kota
          Wahai manusia-manusia terkutuk
          Celakalah kau insan yang tak punya hati
          Kau hancurkan tembok perdamaian
          Hanya karena ingin menguasai dunia fana
Celakalah...
Terkutuklah...
Manusia yang buta akan gemerlapnya dunia.

Karya:Neng_Pirly

Comments

Popular posts from this blog

Ridlo-Mu menjadi Langkahku

Ridlo-Mu                                                                          Ya Allah... Dalam kesedihanku Aku selalu menyebut nama Mu Disetiap kebahagianku Aku selalu bersyukur kepada Mu Diwaktu aku sedih                 Engkau selalu menyertaiku                 Diwaktu aku bahagia                 Engkau selalu menemaniku        ...

Mengenaskan semua ini tak seindah yang kuharapkan

Tak Seindah yang Ku Harapkan   Sungguh indah di mataku Pohon menari-nari Bunga-bunga bermekaran Air sungai mengalir jernih Bagaikan surga pagi hari    Namun yang ku harapkan    Semua salah.           Sampah-sampah berterbangan           Serta limbah pabrik berbau menyengat           Udara terasa panas   Sungguh malang nasibmu.   Karya:Ulifa

SAHABAT SEJATI

SAHABAT   Kaulah yang menaruh bintang Dalam mata hati dan genggamanku Kaul tak pernah meninggalkanku     Mungkin sesaat aku akan melihatmu dibawah matahari Tetapi ketika malam kau selalu disana menjelma pelita  Dilorong paling gelap dan berdebu     Sahabat Kaulah bintang sejati yang tertawa, menangis, berjalan Dan tak henti berkelip Dalam langit hidupku (Abdurrahman Faiz)